TUHAN Yang Memberi, TUHAN Yang Mengambil, Terpujilah Nama TUHAN
Hari Kamis yang lalu (26 Nov 2020), saat sedang bekerja, tiba-tiba dikejutkan dengan sebuah WA dari kakak tertua yang mengabarkan kondisi Tante yang dirawat di RSPAD mengalami penurunan / drop dan no response. Bersegeralah aku membereskan pekerjaan kantor untuk langsung ke rumah sakit.
Jarak antara kantor dan rumah
sakit tidak terlalu jauh. Kurang lebih
30 menit sudah tiba di tujuan dan bertemu dengan Om yang kala itu sedang jaga
sendiri. Anak beliau yang sulung sedang flu, jadi beristirahat sementara waktu
di rumah. Sedangkan si adik sedang bertemu dengan klien untuk urusan
pekerjaannya sebagai Design Interior. Sambil menangis Om menceritakan kondisi
Tante yang sejak pagi setelah sarapan sampai siang hari tadi harus dipasang
alat seperti balon untuk membantu pernapasannya.
Sore itu, aku hanya bisa berkata
kepada Om, baiklah kita tetap memutarkan lagu-lagu rohani buat Mamih (demikian kami memanggilnya) dan mendoakan
dengan tulus hal terbaik dari Tuhan.
Berat dan tidak sanggup rasanya melihat
kondisi Tante saat itu.
Biasanya, ditengah kelemahan
tubuhnya beliau akan tetap berusaha menaikkan ibu jari kanannya sebagai tanda bahwa
beliau selalu bersemangat menjalani harinya. Tapi sore itu, aku hanya melihat
Tante yang terkulai tanpa sanggup membuka mata kala dipanggil namanya dan tanpa
remasan tangan saat kami memegang tangan beliau.
Sore itu, dari suster yang sempat
datang untuk memberikan obat melalui infus, diketahui tensi beliau di angka 100/85,
dengan saturasi oksigen 97, masih
dianggap normal, hanya saja dengan riwayat penyakit yang diderita beliau, apa yang
terjadi saat ini(drop & no response) sangat mungkin terjadi.
Sekitar jam 6 sore, anak-anak
Tante, kakak, adikku serta Tanteku yang lain (Adik Bungsu dari Om) sudah
berkumpul di rumah sakit.
Sekitar jam
setengah 7 malam, kembali seorang suster datang untuk memeriksa tensi. Kali ini
tensi di angka 80/55, saturasi oksigen 91. Bersamaan dengan itu, suster yang
lain memasangkan alat monitor disamping tempat tidur Tante, dan seorang Dokter menjelaskan
kepada kami secara rinci kondisi Tante saat itu.
Dengan secepat
mungkin kami menyelesaikan proses penggantian pampers Tante, agar dapat
dibaringkan kembali dalam posisi normal / terlentang dengan kepala yang lebih
tinggi. Sementara dari layar, termonitor
tensi, detak dan saturasi oksigen Tante terus menurun.
Dokter kembali
datang, dan menyatakan Tante dalam kondisi kritis. Dan meminta keluarga untuk
terus mendampingi Tante. Kami terus memberitahukan kondisi Tante dalam WAG
Keluarga, dan kami yang hadir di rumah sakit saat itu juga bersama-sama berdoa,
memasrahkan dan mengiklaskan Tante untuk berjalan menuju cahaya yang
menuntunnya ke Sang Pencipta sambil kami menyanyikan lagu Waktu Tuhan Pasti Yang Terbaik ..
Bila Kau Ijinkan Sesuatu Terjadi, Kupercaya Semua Untuk Kebaikanku
Bila Nanti Telah Tiba Waktu-Mu, Kupercaya Kuasa-Mu Memulihkan Hidupku
Waktu Tuhan Pasti Yang Terbaik, Walau Kadang Tak Mudah Dimengerti
Lewati Cobaan Ku Tetap Percaya, Waktu Tuhan Pasti Yang Terbaik
Tepat jam 20.12 WIB
Dokter menyatakan Tante meninggal dunia. Meninggalkan kami semua, meninggalkan
Om, anak dan cucunya, dan terbebas dari segala macam kesakitan yang dideritanya
sejak bulan Juni 2020. Keluarga mengambil keputusan untuk tidak dilakukan pompa atau kejut jantung, dengan
pertimbangan resiko terjadinya patah tulang dada, atau munculnya perdarahan
karena penyebaran dari kanker yang diderita Tante.
Dokter, suster/para
perawat memberikan kesempatan kurang lebih 30 menit untuk keluarga bersama-sama
dengan almarhumah Tante. Saling bertangisan dan saling menguatkan antara sesama
kami sebelum akhirnya suster kembali datang ke ruangan untuk mencabut segala
macam alat dan infus yang melekat di tubuh Tante sebagai support systemnya
selama ini.
Pendeta Jemaat dan
kerabat dekat satu persatu mulai berdatangan ke rumah sakit untuk menyatakan belasungkawa
dan memberikan kekuatan moril untuk Om dan anak-anaknya.
Untuk proses
pulasara / memandikan jenazah, keluarga harus menunggu sekitar 2 jam sejak
dinyatakan meninggal dunia. Kami memakai kesempatan itu untuk memberitahukan
berita dukacita ini keseluruh keluarga / teman / tetangga, merundingkan rencana
pemulangan jenazah ke rumah duka serta pemakaman.
Tepat jam 10 malam,
Tante dipindahkan dari ruang rawatnya selama ini ke ruang jenazah untuk proses
suntik formalin dan pemandian jenazah. Keluarga memutuskan untuk di formalin
dengan pertimbangan karena harus menunggu adik Tante dari Jogya yang akan
datang dengan anak-anaknya. Kami juga meminta ijin kepada petugas kamar jenazah
agar anak-anak almarhumah Tante dan beberapa kerabat wanita diperbolehkan untuk
masuk dan menyiramkan/memandikan jenazah.
Sekitar jam 2 malam
jenazah Tante dibawa ke rumah duka di Pondok Kopi. Dengan bantuan seorang
sepupu yang bekerja di sebuah kantor / yayasan kedukaan, Tante kami dandani dengan
secantik-cantiknya. Seolah-olah Tante akan mendatangi sebuah pesta, tidak lupa dengan sepatu baru hadiah ulang
tahun Tante tanggal 10 November yang lalu, dan tas kecil yang berisi gigi palsu
dan peralatan make up beliau.
Sampai hari Kamis itu, Tante
sudah dirawat selama 49 hari di rumah sakit itu. Rekor terlama sejak pertama
kali terdiagnosa Kanker Payudara Stadium 4. Sebelumnya hanya 3 – 6 hari. Itu
pun biasanya karena sesak napas yang disebabkan adanya cairan di paru-paru
beliau.
Teringat kembali beberapa waktu sebelumnya
..
Tanggal 10 November 2020 yang lalu, Tante merayakan ulang tahunnya yang ke 67. Kami membawakan kue tart kecil dan lilin untuk Tante. Meskipun tidak diperkenankan untuk menyalakan api dan meniup lilin, terlihat kegembiraan di wajah Tante. Sebagai ungkapan syukur, kami juga membagi-bagikan kue untuk pasien sebelah Tante dan suster jaga malam.
Jika tidak hujan atau tidak ada
kelas yoga malam hari, aku selalu menyempatkan diri untuk membezoek beliau ke
rumah sakit. Setiap kali datang selalu melihat beliau mengerang kesakitan dan
meminta tolong untuk segera diangkat penyakitnya. Dan setiap beliau mulai
mengerang, aku berusaha menenangkannya dengan mengajaknya bernyanyi lagu-lagu
rohani kesukaan beliau atau hanya sekedar mengelus-elus punggung tangannya yang
bengkak karena cairan, dan berkata “sabar
yah mihhh” .
Dan hari Rabu itu, sehari sebelum
Tante berpulang, aku melihat Tante sedikit cerewet .. Kata anak perempuannya
yang menjaga saat itu, “dari pagi mamih
udah bangun dan ngoceh melulu” . Tidak mau disarankan untuk tidur / beristirahat.
Aku sempat menangkap jelas omongan beliau yang mengatakan “nanti papih harus focus dengan pelayanan gereja”. Lalu aku pun
menjawab, “kan selama ini Papih (om) juga
sudah melakukan pelayanan di Gereja mihh”. Dan Tante hanya
mengangguk-anggukan kepalanya. Tidak
lupa hari itu sebelum pulang aku kembali mendengarkan beliau lagu rohani dari
handphone, dan membisikkan doa singkat mohon kekuatan dan mujizat Tuhan. Hari itu
Tante masih merespon dengan ikut menyanyikan lagu yang Ia suka walau dengan
suara yang sudah tidak begitu jelas, atau dengan anggukan kepala dan berkata “Amin” , dan saat kami akan pulang,
Tante tidak lupa selalu mengatakan “terimakasih
atas pelayanannya” .
Harus aku akui, dari semua Ipar
Mama, dengan Tante ini keluarga kami sangat dekat. Mungkin karena sama-sama
tinggal di Jakarta, sama-sama tinggal di Pondok Kopi, sementara Ipar Mama yang
lain tersebar di luar kota. Setiap kali ada anggota keluarga diantara kami yang
berulang tahun, selalu saling mengunjungi, saling mengirimkan makanan. Dan
Tante ini juga yang pertama kali memeluk dan menenangkanku 5 tahun yang lalu
saat aku harus melihat jenazah Mama di rumah sakit.
Puji Tuhan dari
awal, pertengahan hingga akhir acara pemakaman di hari Jumat, 27 November 2020,
Tuhan berkenan memberikan cuaca yang cerah. Ibadah dan prosesi pemakaman di TPU
Pondok Kelapa berjalan dengan baik dan lancar, dan dihadiri kerabat dekat dan
beberapa Majelis Gereja tempat Tante beribadah selama ini. Tuhan Baik ..
Mazmur 116:15
Berharga Di Mata TUHAN Kematian Semua Orang Yang Dikasihi-Nya.
Rest In Love Our Lovely Tante, Christiani Kismarjati ; 10 Nov 1953 – 26 Nov 2020
Komentar
Posting Komentar