Hope Is Better Than Fear
Hari Selasa minggu lalu janjian dengan kakakku yang minta dikawani mencari blazer untuk acara gereja tanggal 30 Oktober 2020. Harusnya sih hari Seninnya, tapi ternyata ada undangan dari salah satu jemaatnya yang berulang tahun.
Biasanya kemana-mana dikawani
dengan 2 orang anaknya, tapi kemarin itu datang sendiri, “anak-anak sibuk dengan urusannya masing-masing, jadilah aku berangkat
sendiri aja”
Mulailah sekitar jam setengah4an aku
menemaninya berkeliling dari lantai 1 sampai lantai 3 gedung pertokoan yang
kebetulan satu gedung dengan tempat aku bekerja.
Sejak kembali WFO bulan Juli yang
lalu, baru hari Selasa itu aku berkeliling di area pertokoan. Dengan tetap
memakai masker dan selalu memegang handsaniter ditangan tentunya.
Banyak toko yang masih tutup
ternyata, terutama yang berada di bagian belakang, bisa jadi karena sepinya
pengunjung pertokoan dampak pandemic. Pertokoan yang bagian tengah pun hanya
diramaikan oleh celotehan para penjaga toko.
Setelah mendatangi 3 toko yang
berbeda akhirnya kami menemukan blazer yang sesuai dengan keinginan kakak.
Tokonya lumayan ngumpet yah, dan pemiliknya punya 2 toko yang saling
berhadapan, toko yang satu menjual blazer dan seragam kantoran, dan toko satunya lagi menjual kebaya-kebaya
dan kain.
Saking senangnya, kakak sempat
mencoba 2 model blazer yang dia sukai, warna abu-abu tua dan merah maroon. Puji
Tuhan ukurannya pun pas dengan badannya. Yang lebih menyenangkan lagi, harganya
dibawah harga yang diberikan oleh 2 toko lainnya, dengan kualitas bahan yang
sama.
Setelah kurang lebih 1 jam
berkeliling kami memutuskan untuk makan terlebih dahulu untuk kemudian menuju
RSPAD menjenguk tante yang sedang dirawat disana. Padahal sore itu hujan sudah
mulai turun lumayan deras, tapi keinginan untuk menjenguk tante begitu kuatnya
bagi kami.
Tante ini sudah seperti penganti
Ibu bagi kami. Kami tinggal di kompleks perumahan yang sama, hanya beda blok.
Suami dari tante ini merupakan adik ke 5 alm mamah, dan dulu waktu mereka
menikah, pesta syukurannya dilaksanakan di rumah kami, di daerah Setiabudi, sekitar akhir tahun 70an.
Hampir jam 6 sore kami tiba di
RSPAD, disana sudah ditunggu juga dengan adikku serta istrinya yang kebetulan
berkantor dekat RSPAD.
Kami langsung menuju ruang
perawatan tante, dan ternyata tante sudah dipindahkan ke kamar sebelahnya.
Alasannya (menurut aku) kurang masuk akal yah, “karena menderita sakit yang sama” begitu penjelasan dari sepupu aku yang
selalu mendampingi ibu terkasih.
Sebelumnya teman sekamar tante
adalah seorang ibu dengan penyakit diabetes, dan kurang lebih sudah 1 bulan di
rawat di RSPAD. Teman sekamar tante yang sekarang, seorang ibu berumur 55 tahun
dengan kanker payudara, dan telah
menjalar ke area hati dan tulang belakang.
” Janganlah Takut, Sebab Aku Menyertai Engkau, Janganlah Bimbang, Sebab Aku Ini Allahmu; Aku Akan Meneguhkan, Bahkan Akan Menolong Engkau; Aku Akan Memegang Engkau Dengan Tangan Kanan-Ku Yang Membawa Kemenangan.” ~ Yesaya 41:10
Saat kami tiba, Tante sedang tidur dan ditunggui oleh om dan anak perempuanya. “mamih habis minum susu, sebentar lagi mau suntik obat kemo”, demikian penjelasan sepupuku.
Sama seperti sepupuku
memanggilnya dengan sebutan mamih, kami pun selalu memanggil beliau dengan
sebutan mamih. Sewaktu beliau masih sehat dan kuat, hampir setiap minggu selalu
mengirimkan kami penganan / camilan, “untuk
opa minum teh sore”, begitu selalu alasan beliau.
Ngobrol dengan sepupu dan om mengenai
kondisi mamih membuat aku merinding. Dengan alasan usia yang sudah lanjut (67
Tahun), tante tidak menjalani operasi pengangkatan payudara. Pengobatan kemo
dilakukan secara bertahap minggu per minggu dengan melihat daya tahan pasien. Sewaktu perawatan di rumah, obat kemo masih
bisa beliau minum sendiri, namun sejak kondisi beliau drop dan harus masuk
rumah sakit, kemampuan beliau untuk menelan sangat terganggu, sehingga
obat-obatan diberikan melalui infus, atau dimasukkan dalam selang makanan
langsung ke lambung beliau.
Sama seperti kondisi dirumah,
apabila habis minum obat kemo mamih selalu ditinggalkan sendirian kurang lebih 4
jam dalam kamar, dirumah sakit pun demikian perlakuannya. Jeda waktu menunggu 4
jam itu selalu dipakai oleh om dan sepupu aku untuk makan atau sekedar mandi
dan berganti pakaian. Untuk kemudian standby kembali menjaga mamih.
Sekalipun dokter mengatakan pengobatan
yang dilakukan sekarang hanya untuk mengurangi rasa sakit/nyeri yang timbul, keluarga
tetap mengupayakan yang terbaik. Tak putus-putusnya doa dari teman dan kerabat disampaikan
untuk mamih, membacakan beliau Alkitab dan memutarkan lagu rohani pun
senantiasa dilakukan agar mamih tetap semangat dan yakin bahwa bagi Tuhan tidak
ada yang mustahil.
Semoga selalu dikuatkan dan
dimudahkan segala pengobatan yang dilakukan yah mihhh.
We Love You So Much Mihhhh …
NOTHING LASTS FOREVER; #Lesson
Baru saja Tuhan memberikan
sukacita hanya dengan kemudahan mendapatkan apa yang dicari, lalu sekejap
berganti kesedihan yang sangat dalam saat melihat kondisi tante tersayang.
Tidak ada yang abadi, entah itu
kesedihan, kebahagiaan, kekalahan, kemenangan, tawa, dan air mata.
Tak selamanya langit itu cerah, kadang muncul mendung yang disertai gemuruh dan guntur. Kadang juga datang hujan dengan begitu derasnya, tapi setelah itu muncul pelangi yang Indah diatas langit, demikian juga halnya suasana hati dan jalan hidup manusia.
Komentar
Posting Komentar