Tamu Tak Diundang
Sekitar tahun 2000 yang lalu, tiba-tiba
datang seorang perempuan ke rumah dan mengatakan akan tinggal bersama kami. Dia
bilang, orangtuaku tetangga di kampong halaman dengan orangtuanya.
Kalau dilihat-lihat dari postur badannya, rasanya seumuran denganku.
Meskipun tetangga di kampong
halaman, bukan berarti bisa se-enak2nya ujug-ujug tiba dirumah kami lalu bilang
mau tinggal dirumah, apalagi tidak ada pembicaraan sebelumnya antara orang tuanya
dengan Papa / Mama ..
Lalu kata Papa saat itu, “entah bagaimana caranya dia datang, ga
mungkin juga kita langsung suruh dia pulang kembali ke ambon, jadi biarlah
untuk sementara waktu dia tinggal bersama kita” .
WHAT ???
Masalahnya tidak ada satupun anak Papa
Mama yang kenal dengan perempuan ini, meskipun orang tuaku mengenal keluarganya di kampung halaman.
Tapi mau bilang apa kalau Papa Mama
sudah bertitah, “dia akan itu tinggal
dengan kita”.
Keluarga kami memang bukan keluarga
yang setiap tahun harus pulang kampung untuk berhari raya atau sekedar plesiran
/ holiday, namun dengan beberapa tetangga yang tinggal disekitar rumah keluarga
besar dari Papa Mama kami saling kenal dan cukup akrab, bahkan sampai sekarang
ini.
Tapi dengan perempuan ini kenapa
kami tidak kenal yah ???
Kala itu … Dirumah kami ada 5
kamar, tidak ada kamar tamu. Kamar utama untuk Papa Mama, 4 kamar lainnya untuk
kami ber 7 anak-anak Papa Mama. 2 kamar untuk 4 orang perempuan, dan 2 kamar
lain untuk 3 orang adikku yang laki-laki.
Secara hitungan sudah pas semua,
tidak ada lagi tempat untuk menampung tamu. Oleh karena itu juga, asisten rumah tangga pun kami cari yang pulang hari, pagi datang jam 7 pagi, dan jam 4 sore pulang.
Teman sekamarku adalah kakak no 2,
tapi Ia meninggal dunia tahun 1998. Otomatis hal itu membuat aku tidak lagi
memiliki teman sekamar.
Kamar sebelah diisi oleh kakak no 1
dan kakak no 3. Tapi kamar mereka lebih sering kosong, mereka berdua lebih
sering tinggal diluar rumah. Yang satu karena profesinya sebagai dokter umum
yang kerap standby di UGD, dan memutuskan untuk kost yang sekitar rumah sakit
tempat ia bertugas. Sedang yang satu lagi sudah disediakan rumah tinggal (pastori)
oleh jemaat tempat Ia melayani sebagai Pendeta.
Entah apa yang membuat Papa saat
itu memutuskan perempuan itu menempati kamar tengah bersamaku. Kesal pastinya
.. Berhari-hari ngambek sama Papa karena harus ditempatkan satu kamar dengan
orang yang tidak aku kenal.
Sejak kecil tidak pernah dibiasakan
tidur dengan orang yang bukan kerabat dekat seperti sepupu perempuan atau adik
perempuan Mama yang kebetulan datang ke Jakarta.
Oke
baiklahhh … meskipun terasa aneh harus tidur dengan perempuan ini tapi tetap
harus dijalani.
Sehari ..
dua hari .. mulai kelihatan sifat aslinya, tapi saat itu aku abaikan mungkin
karena pulang kantor sudah lelah, jadi cuma pengen nonton tipi lalu masuk kamar
untuk istirahat malam. Terkadang malah ketiduran sampai pagi di kamar sebelah
yang sering kosong itu.
Seminggu ..
dua minggu .. makin kelihatan kekurang-ajaran perempuan ini, tapi aku masih
belum bilang sama Papa Mama, karena perempuan ini selalu manis didepan Papa
Mama.
Belakangan malah
perempuan ini lebih sering tidur sendiri dikamarku, karena aku lebih nyaman
tidur dikamar sebelah. Namun hal ini justru membuat perempuan itu menjadi-jadi
kurang asemnya sama aku.
Mulai
berani mengunci kamar, membawa makanan ke kamar, menaruh pakaian kotor/ handuk
habis mandi dikamar, sampai berantakin meja belajarku.
Bilangnya
mau cari kerja di Jakarta, tapi bangunnya aja udah jam 10 siang. Bilangnya mau
bantu-bantu dirumah karena kami tidak punya asisten rumah tangga yang menginap,
tapi kelakuannya cuma telepon berjam-jam di kamarku dengan memanfaatkan
jaringan WiFi rumah.
Malesinnnnnnn
….
Sebulan
berlalu .. Suatu hari memuncaklah emosiku sama perempuan ini .. Sudah aku
tahan-tahan karena Papa Mama bilang kita harus berbuat baik sama orang, tapi
kali ini sudah tidak bisa ditoleransi lagi.
Kalau mau
berantakin kamar, it’s fine, toh nanti bisa dirapihin lagi, kalau mau hidup
macam nyonya besar, yang tinggal bangun lalu makan dan taruh piring kotor di
dapur nanti orang lain yang cuci, juga masih bisa kami sabar-sabarin.
Tapi yang
dia lakukan dan buat aku mengamuk adalahhh … Ia mencuri uang celengan ayamku …
nangis bombay waktu aku melihat celengan ayamku bagian bawahnya sudah terbuka,
dan perempuan ini masih juga mengaku bukan dia yang lakukan.
Entah feeling
apa, tapi sekali waktu aku masuk kamar dan melihat posisi celengan ayamku
diatas lemari berubah, artinya ada yang memindahkan. Ga tau juga berapa yang
dia curi, tapi aku tahu banget celengan ayam itu sudah hampir penuh. Tidak
hanya berisi uang recehan 1000an, tapi juga uang kertas dari pecahan 5,000,-
sampai 50,000,-
Seketika
juga aku bilang sama Papa Mama bahwa perempuan ini sudah mencuri, dan aku tidak
mau lagi Ia ada dirumah kami. Selanjutnya Papa Mama menelepon ke orang tuanya
dan menceritakan bahwa anak mereka sudah mencuri uang celenganku.
Aku pun
menelepon saudara sepupuku yang tinggal di kampung halaman untuk menanyakan
siapa sebenarnya perempuan ini, kenapa kami (anak-anak Papa Mama) tidak ada
yang mengenalnya, aku juga menceritakan bahwa ia sudah membobol celenganku.
Murkalah saudara
sepupuku dan berkata akan langsung mendatangi rumah keluarga si perempuan ini
dan menyuruh perempuan ini pulang kampung.
2 hari
berselang, perempuan ini minta pulang kampung.
Dan
bisa-bisanya perempuan ini berkata kepada Papa Mama, “kenapa Om dan Tante harus menelpon keluarga di kampung ? akibatnya
saya disuruh pulang kembali ke kampung. Uang yang saya ambil kan tidak banyak
juga”.
My God … Malah
menyalahkan Papa Mama ???
Semenjak
aku marah karena pembobolan celenganku olehnya, sebisa mungkin aku menghindar
dengan berdiam diri dikamar kakak atau di kamar Papa Mama. Bener-bener ga
kepengen liat muka perempuan itu lagi.
Saatnya pun
tiba, Papa Mama memanggilku keluar kamar karena perempuan ini mau pamit pulang
kampung diantar oleh Papa Mama sampai Bandara Soeta.
Sudah dicuri
uang di celengan anaknya, masih dibelikan tiket pesawat, lalu dianter pula sampai
Bandara …
Mau gamau aku keluar kamar untuk melihatnya ..
Dan betapa
kagetnya aku melihat perempuan itu memakai bajuku, blouse rajutan putih yang belum pernah
aku pakai sekalipun. Baju itu masih baru, aku inget sekali kalau baju itu masih
terbungkus dalam plastic, aku letakkan dalam lemari pakaian bagian atas dengan
beberapa baju yang memang belum sempat dipakai.
Refleks
setelah melihat perempuan ini memakai baju rajutan putih itu, langsung aku ke
kamarku dan melihat isi lemari pakaian.
Lemesss …. Ada
4 plastik pembungkus pakaian baru berantakan dalam lemari. Itu artinya ada 4
baju baruku raib.
Aku kembali
marah dan bertanya kenapa mengambil baju baruku tanpa ijin ???? Keukeuh aku
minta supaya bajunya dibuka dan kopernya dibongkar, tapi Papa merangkulku dan berkata,
“udah yah, nanti ketingalan pesawat malah
gajadi pulang, tambah susah kita sama dia”.
Rasa
jengkel yang luap-luap saat itu membuat aku refleks menoyor kepalanya dari
belakang saat Ia berjalan ke mobil dan berkata, “jangan pernah balik ke Jakarta, kalo cuma nyusahin orang”.
Dilalahhhhh
… ternyata ada Mama dibelakangku. Mama memegang pundakku dan berbisik lirih, “kalo kita membalas perbuatan jahat yang dia
lakukan, lalu apa bedanya kita dengan dia ?”
Plakkkkk …
Hari Sabtu tanggal 6 Maret kemarin, datang tamu ke rumah kami.
Karena aku sedang sibuk dengan tukang yang mau bikin pintu pembatas kandang
anjing, jadilah kakakku dan suaminya yang menemui.
Seorang Ibu
dan anak laki-laki seumuran keponakanku yang SMA.
Aku sama
sekali tidak menemuinya, Papa pun sedang tidur siang saat itu.
Kurang
lebih 1,5 jam berbincang-bincang mereka pamit pulang.
Dan setelah
itu baru kakakku bercerita, kalau perempuan itu adalah perempuan yang dulu
pernah tinggal bersama kami. Dan sekarang ia mau menitipkan anaknya untuk
tinggal bersama kami.
Semudah
ituhhh ???
Tanpa harus
berunding dengan anggota keluarga yang lain, keinginan perempuan ini langsung
ditolak oleh kakakku dan suaminya. Bukan karena masa lalu yang tidak
menyenangkan dengan perempuan ini, namun karena dirumah ada anak perempuan mereka yang
beranjak dewasa. Jadi harus selektif sekali mempersilahkan orang / tamu untuk
tinggal bersama kami.
Bukannya
mengerti dengan keadaan yang telah dijelaskan oleh kakak dan suaminya, malahan
perempuan ini melapor ke sepupuku di
kampung dan berkata bahwa mereka diusir dan tidak diperkenankan tinggal dirumah
kami.
Ampunnnn … Sudah berselang 20 tahun dan perempuan ini ga berubah juga.
Padahal saat dia dan anaknya pamit pulang ke hotel tempat ia tinggal selama di Jakarta, di-iyakan dengan baik oleh kakakku dan anaknya diberi sangu limaratus ribu oleh suami kakakku, malahan bilang diusir oleh keluarga kami ?
Langsung
teringat kembali apa yang pernah Mama bilang waktu kami makan malam setelah
Papa Mama mengantar perempuan ini ke Bandara Soeta dulu, “kalo ada orang yang sudah berbuat buruk kepada kita, bukan berarti
kita juga harus bersikap yang sama terhadapnya bukan ?”
Perlakukan Papa
Mama terhadap perempuan ini membuat aku sadar bahwa tidak
semua sikap orang yang kita bantu akan memuaskan hati kita. Pasti ada saja yang
kurang menyenangkan dan itu bagian dari kehidupan, suka atau tidak suka ..
Karena Itu, Sebagai Orang-Orang Pilihan Allah Yang Dikuduskan Dan Dikasihi-Nya, Kenakanlah Belas Kasihan, Kemurahan, Kerendahan Hati, Kelemahlembutan Dan Kesabaran
(Kolose 3 : 12)
Males juga ya kalau ketemu orang seperti ini.
BalasHapusEh tapi anyway, bukankah segala sesuatu yang menimpa kita, menyenangkan atau tidak, itu semua terjadi karena izin-Nya. Kira-kira kenapa ya Dia mengizinkan kejadian ini menimpa Mbak Yeiya sekeluarga? Apa ya rencana yang Ia siapkan untuk mbak & keluarga?
Apakah ingin mengajarkan sesuatu, atau ujian, or something else.
Memang kadang-kadang Dia suka misterius gitu dengan rencana-rencana-Nya untuk kita di masa depan. Tapi, katanya...rencana-Nya itu selalu yang terbaik lho buat kita.
Menurutmu?
Kami pun ga menyangka akan kedatangan tamu seperti itu. Meskipun sekampung, tidak menjamin akan semenyenangkan perasaanku jika liburan di kampung halaman.
HapusSetuju, semua yang terjadi baik menyenangkan atau tidak menyenangkan selalu seijin-Nya, dan peristiwa “tamu tak diundang” itu secara tidak langsung mendewasakan aku (pribadi) secara mental, bahwa disekitar kita ada orang yang se-“ajib” itu, dan aku tidak boleh berlaku seperti dia, dimanapun aku berada.
Ia yang menjelek2kan keluargaku setelah sampai di kampung halaman, sampai Papa Mama di-komplain sama keluarga di kampung, pada akhirnya Ia juga yang mengantarkan anaknya untuk bersekolah bersama kami. Waktu Yang Menjawab ..
Waktu Tuhan Pasti Yang Terbaik, Walau Kadang Tak Mudah Dimengerti
Lewati Cobaan, Ku Tetap Percaya .. Waktu Tuhan Pasti Yang Terbaik