Thanks God For My Parents

Saat jalan pagi hari ini, tiba-tiba seorang teman berkata, “lu tau ga ada "orangtua durhaka"  sama anak-anaknya ??” Refleks aku menengok kearahnya, "Orangtua durhaka, really" ??? terheran dan menggelengkan kepala, karena memang tidak pernah tahu kalau ada orang tua yang durhaka terhadap anak-anaknya. 

Apa karena sekarang banyak sekali kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anak-anaknya sehingga muncul istilah orangtua durhaka ? Setiap hari kita bisa lihat dan dengar anak dibawah umur atau anak umur remaja yang dianiaya, dihajar dengan sapu, disundut rokok, diperkosa, bahkan ada juga yang dibunuh oleh orang tuanya sendiri. 

Entah apa yang menjadi kriteria orang tua durhaka, namun hal ini membuat aku teringat seorang kenalan papa yang luar biasa galak terhadap anak-anaknya. Kami biasa memanggilnya Om Max.

Sepanjang yang aku kenal, Om ini galak pake banget .. Sabetan rotan atau sapu lidi hampir setiap hari menjadi bagian anak-anaknya jika mereka melakukan hal yang tidak disukai Om. Sementara Sang Istri tidak memiliki upaya untuk melawan atau membela anak-anaknya karena takut dengan postur badan Om yang tinggi besar.

Pernah suatu kali kami bermain petak umpet di sekitar halaman rumah Om, dan kepala Hendrik (anak Om yang tertua), terbentur pada besi hingga berdarah. Saat itu Hendrik takut setengah mati untuk pulang ke rumah dan bertemu dengan papanya. Namun kami tidak tahu harus kemana lagi selain memberitahukan ke orangtua kami masing-masing untuk pertolongan pertama.

Dan benarlah .. Sampai di rumah, dengan darah yang masih menetes dari kening Hendrik, Om langsung mengambil rotannya yang selalu tergantung di dinding dan hendak memukul punggung Hendrik. Beruntung ada Papa dan Mama saat itu. Rotan langsung diambil Papa, kemudian Mama dan Tante mengobati luka di kening Hendrik.

Setiap kali beliau datang ke rumah, terutama saat siang hari, kami anak-anak Papa dan Mama memilih untuk tidur siang, daripada disuruh menghapal perkalian atau di-interogasi mengenai perilaku kami sehari-hari, adakah melawan orangtua, atau menanyakan bagaimana nilai-nilai kami di sekolah. Jika ada laporan dari Papa dan Mama bahwa kami nakal atau nilai ulangan kami jelek, sudah pasti kami di hukum berdiri di dekat  tembok dengan kedua tangan memegang telinga dan satu kaki diangkat sampai sore tiba saatnya beliau pulang dari rumah kami. Saat sedang acara arisan keluarga pun, kami berusaha untuk tidak duduk dekat-dekat dengan Om ini, padahal jika beliau baru tiba dari luar negeri, kami selalu kebagian oleh-oleh. 

Om bekerja sebagai Pelaut di Djakarta Llyod.  4 – 5 bulan sekali baru pulang berkumpul dengan Istri dan anak-anaknya. Dan masa-masa Om berlayar adalah masa-masa yang paling ditunggu-tunggu oleh anak-anaknya. “gabisa ngapa-ngapain kalo ada Papi dirumah, salah dikit langsung disabet, pulang telat dikit langsung sapu lidi mendarat di betis”

Sekitar tahun 1997 Tante dan anak-anaknya diboyong pindah ke Tanah Abang oleh keluarga besar Tante. Jadilah sejak itu Om tinggal sendiri di rumah Pisangan. Hal ini dilakukan semata-mata karena sudah tidak tahan dengan prilaku galak dan kasar Om, ditambah lagi saat itu Tante terdiagnosa mengidap Kanker Hati.

Setelah kurang lebih 2 tahun berjuang melawan sakitnya, pertengahan tahun 1999 Tante berpulang ke Rumah Tuhan.

Hubungan keluarga kami cukup dekat, bukan hanya karena Papa tinggal satu kampung dengan Om, namun juga karena Mama dan Tante adalah rekan sekerja di PT Pos Giro kala itu. Papa dan Mama selalu menjadi tempat curcol Tante dan anak-anak. Terlebih lagi saat Tante mulai sakit-sakitan.  Pernah suatu kali anak-anak Om bilang sama Papa, “males liat muka Papi kalau pulang ke Pisangan”, tapi Papa selalu menasehati mereka bahwa “kewajiban anak adalah tetap menghormatinya sebagai ayah tanpa harus mencontoh tingkah lakunya dan mendoakan supaya Ia berubah menjadi ayah yang baik”.

 Hormatilah Ayahmu Dan Ibumu, Seperti Yang Diperintahkan Kepadamu Oleh TUHAN, Allahmu, Supaya Lanjut Umurmu Dan Baik Keadaanmu Di Tanah Yang Diberikan TUHAN, Allahmu, Kepadamu (Ul 5 : 16)  

Awal tahun 2020  secara tidak sengaja aku bertemu dengan salah satu anak perempuan Om di halte busway. Kala itu belum diwajibkan menggunakan masker, sehingga kami bisa dengan mudahnya saling mengenali wajah. Ia dan anak laki-lakinya akan pulang ke Tanah Abang. 

Kami menyempatkan diri untuk ngobrol sesaat. Saling menanyakan kabar orang tua dan keluarga kami masing-masing. Namun saat aku menanyakan kabar  Om, dia agak tergagap menanggapi.

Kenapa ??

Ternyata Bulan Desember 2019 Om telah berpulang.

Menurut cerita anak perempuan Om, tidak ada yang tahu secara pasti hari dan waktunya Om meninggal dunia. Pihak RT/RW tempat Om tinggal awalnya hanya mencurigai rumah beliau yang sudah beberapa hari padam lampunya, dan saat dilakukan pengecekan lebih lanjut dengan cara masuk melalui pintu depan yang tidak terkunci, mereka mendapatkan Om sudah terbujur kaku dan dingin di kamar tidurnya. 

Selanjutnya atas inisiatif pihak RT/RW dilakukan otopsi sambil berusaha menelpon salah satu anak beliau yang nomornya terdata di RT setempat. Ndilalah karena handphone anak perempuan ini sedang diperbaiki, baru 2 hari kemudian Ia mengetahui dari SMS masuk  yang memberitahukan perihal meninggalnya Om.

Dengan bersegera anak Om ini mendatangi rumah Pisangan, namun sayang Om sudah dimakamkan sehari sebelumnya. Jenazahnya diurus oleh RT/RW setempat dan dimakamkan di TPU Tegal Alur secara Islam, padahal beliau adalah seorang Nasrani.

Setelah melewati proses panjang dengan berbagai pihak, termasuk Kepolisian akhirnya jenazah Om dapat dipindahkan ke Menteng Pulo, dimakamkan ulang, dan disatukan dengan Sang Istri.

Tragis …  

Tidak ada yang sempurna, demikian juga dengan orangtuaku. Papa terutama .. Banyak perilaku masa lalunya yang melukai hati Mama dan anak-anaknya. Namun kami tetap bersyukur memiliki beliau dalam kehidupan kami. Papa memang tidak selembut Mama, tapi Papa bisa ikutan menangis dengan cucunya saat melihat cucunya dimarahi orangtua mereka, atau sekedar nonton sinetron mellow …  

Hai Anak-Anak, Taatilah Orang Tuamu Dalam Segala Hal, Karena Itulah Yang Indah Di Dalam Tuhan. (Kol 3:20)

Dibawah ini ada beberapa hal yang pernah aku catat sewaktu mengikuti Seminar Parenting  mengenai "Happy Children, Happy Parents" di sekolah keponakanku mewakili orangtua mereka, antara lain :

1.  Menjadi orangtua yang baik untuk anak-anaknya adalah keingian semua orangtua di muka bumi ini. Meskipun dalam prakteknya tidak mudah dilakukan, namun itu bukanlah hal mustahil.

2.  Anak tidak bisa memilih orangtua, orangtua pun tidak bisa memilih anak. Tetapi, setiap keluarga sejatinya dapat memilih untuk saling mengasihi dan mencintai dengan lebih baik, setiap harinya.

3.    Menjadi orangtua itu tidak ada sekolahnya, tapi bukan berarti tidak bisa belajar. Belajar dari pengalaman, lingkungan, bahkan belajar dari sesama orangtua lainnya. Banyak sekali orangtua yang tidak belajar untuk mengasihi dan mencintai dengan lebih baik. Yang banyak terjadi adalah setelah menjadi orangtua, mereka melakukan pola asuh yang sama dengan orang tuanya dulu. Padahal situasi dan kondisi sudah berubah, bahkan sudah tidak lagi sesuai.

4.   Keluarga adalah lingkungan pertama untuk menentukan tumbuh kembang anak, keluarga merupakan wadah bagi setiap anggotanya bertumbuh dengan baik secara fisik, akal budi, hubungan social, kasih dan spiritual/rohani. Tempat untuk saling memberi energy positif, perhatian dan perlindungan serta tempat untuk saling belajar nilai-nilai kebaikan, sopan santun, tata krama dan kehidupan yang benar.

5.     Setiap orangtua wajib memberikan curahan kasih sayang dan perhatian bagi anak-anaknya, orangtua memiliki tanggung jawab sangat besar sekali terhadap anak-anaknya. Orangtua harus memastikan kehidupan anak berlangsung layak hingga anak tersebut mampu menghidupi dirinya sendiri. Orangtua juga wajib menjamin kehidupan emosional anak dengan menciptakan lingkungan keluarga yang hangat dan penuh cinta kasih, serta menjadi contoh yang sebaik-baiknya bagi anak-anaknya.

6.  Cinta kasih orangtua kepada anak memang bisa saja diwujudkan dengan mengoreksi kesalahan si anak dan memperbaiki kelakukan sang anak. Kalaupun harus marah, orangtua perlu menjelaskan dengan bijaksana alasannya dan, dengan penjelasan itu, orangtua dapat sekaligus mengoreksi kesalahan si anak.

7.     Jangan gengsi untuk meminta maaf karena telah marah kepada anak. Permintaan maaf yang tulus dapat menghapus kemungkinan sakit hati yang nantinya berujung pada tawar hati anak terhadap orangtua mereka.

Didiklah Orang Muda Menurut Jalan Yang Patut Baginya, Maka Pada Masa Tuanya Pun Ia Tidak Akan Menyimpang Dari Pada Jalan Itu (Ams 22:6)

Komentar

  1. Orangtua jiga sudah tiada memang tidak akan bisa tergantikan dengan apapun

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Blessed Christmas Eve 2020 ..

.. Keep Calm & Stay Busy ...

#melawan ; Biasakan Yang Benar, Bukan Membenarkan Kebiasaan

Facing The Giants

Happiness Is A CHOICE, Not A Result