Balada Asisten Rumah Tangga

Tadi pagi setelah selesai jalan pagi, saya melihat beberapa mba asisten rumah tangga yang asik ngobrol di pangkalan tukang sayur dekat rumah. Tiap hari juga melihat pemandangan seperti ini sih, tapi entah kenapa pagi tadi iseng aja pengen ikutan melipir ke abang sayur.

Satu / dua orang mba ART beneran belanja sayuran, setelah belanja mereka langsung balik ke rumah majikan. Tapi beberapa lainnya malah asik ngobrol dengan sesama rekan, tanpa kelihatan belanja sayuran.

Jadi teringat waktu balita dulu, kami punya seorang ART yang bernama Mba Ani. Mba Ani ini baik, ga pernah marah, suka mendongeng, jadi kami rajin tidur siang, jujur, cekatan dan sangat pintar mengurus kami yang bersaudara 7 orang.

Mba Ani ini bener-bener menjadi tangan kanan Ibu saya, selalu siap dan sigap melakukan pekerjan rumah tangga apapun, dan saking terpercayanya beliau pernah kami ajak ikut ke kampung halaman orang tua di Ambon.



Sayangnya saat saya kelas 3 SD, Mba Ani berhenti karena menikah dengan supir kami (kami biasa memanggilnya Om Rudi), kami semua bersedih saat peristiwa itu terjadi. Setelah menikah, Mba Ani tidak lagi diperbolehkan bekerja oleh Om Rudi, harus mengurus rumah tangganya sendiri kata Om Rudi waktu itu, sementara om Rudi masih tetap bekerja bersama kami sekitar 4 tahun lagi sebelum akhirnya mereka memutuskan pulang kampung ke Salatiga.   

Dan sejak mba Ani ini berhenti, kami tidak lagi memiliki seorang asisten rumah tangga, semua dikerjakan sendiri oleh ibu saya, dibantu dengan adik-adik beliau yang kemudian datang ke Jakarta untuk kuliah dan bekerja.

Setelah om dan tante saya menyelesaikan kuliah,  satu persatu mereka keluar dari rumah untuk melanjutkan kehidupan mereka sendiri, baik bekerja atau menikah. Beberapa diantara mereka tinggal di kompleks perumahan yang sama dengan kami sekarang ini.

Sudah terbiasa tidak ada asisten rumah tangga sejak belia, membuat saya terbiasa melakukan semua pekerjaan rumah tangga sendiri. Menyapu, mengepel, mencuci pakaian, menyetrika, masak nasi, siram tanaman, mencuci piring kotor, sikat kamar mandi, ganti seprei, cuci handuk, keset kaki, dll .. Yang tidak lihai saya lakukan hanyalah memasak … hahaha ..

Kami kembali memiliki seorang asisten rumah tangga setelah kakak pertama saya menikah dan melahirkan anak pertamanya (Tahun 2002). Alasan utamanya karena orang tua saya sudah cukup sepuh untuk mengurus cucu sendiri tanpa pendampingan dari seorang asisten rumah tangga.

Mba Iyah, demikian nama asisten rumah tangga kami berikutnya. Tinggal di belakang kantor Walikota Jakarta Timur, suaminya bekerja serabutan, kadang menjadi supir, kadang menjadi mandor atau pekerja bangunan. Mba Iyah punya anak perempuan, yang kemudian sekolahnya sejak SMP sampai tingkat SMK menjadi tanggungan kakak saya.

Mba Iyah ini setipe dengan mba Ani dulu, sigap, baik, jujur dan setia ..

Kalau dulu mba Ani tinggal bersama kami, sedangkan mba Iyah memilih pulang hari (datang jam 7 pagi dan pulang jam 4 sore), dengan alasan ada suami dan anak yang juga harus dia urus setiap harinya, lagipula rumahnya dekat dengan kompleks tempat tinggal kami.

Selama mba Iyah kerja dengan kami, tidak pernah kelihatan mba Iyah ngobrol panjang kali lebar dengan ART lain. Setelah belanja sayur, langsung pulang, dan melakukan kesehariannya sebagai ART, sampai jam 4 sore pulang ke rumahnya. Waktu senggang, lebih banyak dipergunakan mba Iyah dengan membereskan lemari pakaian, lemari buku, menyortir baju ponakan yang sudah kekecilan, menyiapkan penganan sore untuk orang tua kami, atau memotong dahan dahan pohon. Jarang sekali kami melihat mba Iyah nonton televisi diwaktu luangnya atau saat sekedar  menunggu ponakan bangun tidur siang.

Mba Iyah kerja bersama kami kurang lebih 15 tahun. Dan harus berhenti karena anak perempuan beliau menikah dan mempunyai anak. Jadi sekarang mba Iyah momong cucunya sendiri.

Banyak sekali cerita manis kami bersama Mba Iyah, seorang ART yang tidak neko-neko, tidak pernah bergunjing tentang majikannya, dan turut menjadi saksi kesedihan kami atas kepergian 3 orang anggota keluarga kami.


 

Pernah Mba Iyah cerita kalau ada yang menawari dia pindah kerja ke majikan lain (dalam kompleks yang sama), dengan gaji yang lebih tinggi, tapi langsung ditolak, karena tidak ingin seperti kacang lupa kulit.  

Sekarang ini (setelah kurang lebih 3 tahun setelah mba Iyah berhenti bekerja bersama kami), kami beberapa kali berganti-ganti ART.  Ada Mba Nur, Ibu Kasiem, Mba Mirah, Mba Diah,dan beberapa mba ART lainnya. Paling lama mereka kerja 3 – 4 bulan, sebelum minta berhenti dengan macam macam alasan. Ada yang bilangnya akan dinikahkan orang tua, ada yang bilang merasa sakit / kurang sehat, ada yang bilang  sebenarnya gaboleh kerja sama orang tuanya (??), dan ada juga yang bilang mau mencoba peruntungan menjadi TKI.

Dan sepanjang ingatan saya, cerita mengenai berhentinya Mba Nur menjadi drama tersendiri … hahaha .. Awalnya dia oke,  tapi itu hanya 1 bulan berjalan, selebihnya parahhh … Datang kerja se-enak enaknya, pulang juga semau-maunya, dikasi pinjam sepeda untuk mempermudah mobilisasi dia, malahan dirusak .. Hari terakhir dia masuk, tiba tiba minta ijin karena sakit kepala, padahalnya baru jam 11.30 WIB, okelah .. besoknya dia ga masuk, alasannya sakit perut, dan hari berikutnya juga ga masuk karena 17 Agustus tanggalan merah katanya … lahhh apa hubungannya ??? situ ikut upacara di istana  ?? Besoknya tanggal 18 Agustus 2020, dia masuk dan melihat pakaian cucian segambreng, lalu bilang minta berhenti .. salah kami apa ???    

Kembali ke mba Iyah sebentar yah .. Sampai sekarang ini, jika tiba hari raya Idul Fitri, kami selalu mengingat mba Iyah dengan memberikan THR dan sembako. Dan ketika hari raya Idul Fitri Bulan May 2020 yang lalu, tidak disangka-sangka Mba Iyah telp ke kakak dan menceritakan kesusahan hatinya. Mba Wiwie (anak perempuan mba Iya) terkena PHK, sementara menantunya untuk sementara dirumahkan berkaitan dengan pandemic Covid 19. Beliau menanyakan, apakah boleh diijinkan bekerja dirumah kami sementara waktu .. Senangnya bukan kepalang … Kurang lebih 2 bulan mba Iyah kembali kerja bersama kami, sampai akhirnya anak perempuan beliau kembali mendapat pekerjaan, dan menantunya kembali aktif bekerja.

Setelah beberapa kali berganti ART, saya merasa ART jaman now lebih WOW .. lebih banyak gayanya, daripada kemampuan bekerjanya .. Minta pakai ini, minta pakai itu , harus punya ini, harus punya itu, minta gaji yang besar untuk ukuran ART yang pulang hari, lebih banyak main handphone nya daripada kerjanya, lebih banyak ngobrol cari info kerjaan lain dengan tukang bangunan atau dengan tukang sayur yang lewat … hadeuhhh … bikin migraine kepala majikan … hahahaha …

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Blessed Christmas Eve 2020 ..

.. Keep Calm & Stay Busy ...

#melawan ; Biasakan Yang Benar, Bukan Membenarkan Kebiasaan

Facing The Giants

Happiness Is A CHOICE, Not A Result